Selasa, 28 Desember 2010

Badai

Badai mempertemukan kami
Kami jadi saling kenal,
yang sejak awal aku dan kawanku katakan tidak mungkin
Katanya mereka tak ramah
Ribut-ribut angin buat kami buka mata melihat keluar
Ada angin besar di luar dan hujan lebat
Mata temu papas
Mulut temu bincang
Dan cuaca buruk datang lagi
Sekarang, kemana mereka?
Nanti juga datang, bisik angin.

Pemuda, 29 Desember 2010

Bungkam

Diam
Hening
Tak bersuara
Tak ada kata
Hanya ada senandika
Dirimu dan hanya dirimu
Sunyi
Senyap
Rindu desiran dari barat
timur,
selatan,
utara,
tenggara,
Adakah soneta memeluk hati hari ini?

Lebur

Lilin tak selamanya jadi pelita
Bila lebur akan tiada guna
Tapi tak kan sama lilin dengan hati
Lilin terbakar api, hanya sumbu yang habis
Hati terbakar emosi, rasio kena imbas
Seketika
Tak ada demarkasi baik dan buruk: Lebur

Penantian Gadis Kecil

Ditaburinya bibit-bibit jadi serak di ladang merekah pecah
Sumringah seringai senyum diperolehnya dari Bunda
Seuntai wejangan dimanterakan keluar dari mulut
Ananda, sirami benihnya!
Hujan akan sirami dan warnai bunga-bunga itu

Disibaknya tirai jendela bilik
Tiap saat,
Tak mau lengah, perhatikan dawai-dawai angin
Satu, dua kelopak gerak perlahan
Bunda, andai aku bunga di sana
Madu manis kan ku retaskan untuk senyummu
Sampai ku layu
Tak bernyawa

Aral Pagelaran

Mendayu-dayu alam permainkan hidup anak manusia
Entah siapa dalang atau wayang,
meliuk-liuk angkuh di pagelaran,
sedari pagi hingga malam,
lintas warna temani jejak muram
Meski alam masih permainkan

Minggu, 26 Desember 2010

Akankah Ada Cerita Hari Ini?

Denting air berdendang
Hujan turun lagi
Suara rintik halusnya ketuk gendang telinga
Lalu merasuk singgahi palung hati
Bisikkan gelombang menerpa karang
Tak tampak, sebab abrasi kikis pasir pantai

Sudut langit dan laut saling pandang di balik senja
Layar-layar kapal jadi pemandu
Kian jauh berlayar, kian hilang layang terkembang
Pelangi, akankah ada cerita hari ini?

Pemuda, 27 Desember 2010

Siapa Gerangan?

Berdiri di sudut lapang gersang
Jemari-jemari lentik tak beraturan menari-nari
Mata tak putus pandangi aksara yang merayap
Tak lihat kah aku berdiri kaku diam-diam ingin curi hatimu
Sebab hatiku telah lebih dulu kau curi
Agar aku dan kau saling miliki hasil curian
Hatiku hatimu
Hatimu hatiku
Kau dan aku pencuri: hati


Pemuda, 26 Desember 2010

Kamis, 23 Desember 2010

Derai

Jakarta, 21 Desember 2010

Cukup sudah cumbu malam ini
Pagi habis,
Siang padam,
Petang hilang,
Hujan berderai,
Bertutur tentang ruang-ruang renta
Lampu sorot menembak
Pucatkan wajah-wajah di busur lingkaran
Kering tak ada air,
hingga awan-awan datang berderai
Mutiara-mutiara langit bisikkan kata:
Kota kian renta, kian ramai, kian sesak
Ku titipkan keangkuhan si renta, walau usang, lusuh
Tak mau dirampas lagi,
kau tahu: darah pemuda di sini sudah kering
Sudah tak ada semangat juang lagi tiap ruas jari
Kau tahu: Pemuda sini lebih suka euforia
Bukan bambu-bambu bermata lalu diasah
Juga buka peluru yang meletup-letup
Cukup sudah cumbu malam ini
Rembulan sudah lari berselimut awan: cemas
Aku ragu si renta ini dikubur dalam-dalam
Dan bukan di taman pemakaman: Kalibata
Karena tak ada yang anggap sebuah jasa: lenyap

Kamis, 09 Desember 2010

Rindu, Sahabat

Senyum senja hari ini tak kan padam
Sahabat datang berkunjung
Duduk manis di ujung ruang
Cerita lama buka memori
Teringat mimpi lalu
Aku dan kau yang buat
Meski pekan habis dikikis waktu
Rindu tiada terpana tiada rusak


Rinduku, Sahabatku (2)

Senyum senja hari ini tak kan padam
Sahabat ku nanti datang berkunjung
Duduk manis di ujung ruang
Atau tertawa lepas di tanah lapang
Cerita lama akan buka memori
Teringat mimpi lalu
Aku, kau dan kita yang buat
Meski pekan habis dikikis waktu
Rindu tiada terpana tiada rusak
Akankah ada cerita peluruh rindu??
Sungguh mata dan hati kini beradu
Mana yang lebih kuat menahan rindu
Kapankah masa yang dipertemukan itu?
Aku rindu kalian selalu :)

Pemuda, 03 Januari 2011

Senin, 06 Desember 2010

Muharram, Sebuah Pijakan

Bayang-bayang lalu sirna.
Dihapus jejak waktu
Lahir bayang-bayang baru di bawah pelita asa
Muharram, semoga jadi pijakan,
lalu melompat yang tinggi
Raih ridho Illahi

Berhutang pada waktu,
merenung kaku, melipat siku
Tak ada guna sebuah gerutu
Terbayarkah yang telah berlalu,

Selamat Tahun Baru Hijriah 1432 H

Kediaman merindu,
071210

Debu

Mungkin esok aku yang jadi debu
Siapa yang tahu
Remah-remah kerapuhan sudah menjadi bagian dariku
Belum sempat tersuratkan,
aku kirimkan sejuta rasa dalam tiap titik tintamu

 

Perjalanan Senen-Pondok Kopi,

031210

Sirat Penuh Makna

Tak kan hampa dengan sirat penuh makna
Bibir pantai menyapa
Berenang-renang ubur-ubur keemasan dalam air coklat keruh
Bertandanglah senja
Entah bahagia atau luka warnai dinamika
Rekam jejak masa itu dalam antologi sajak sepi
Untuk lebah-lebah yang menuai madu
Delapan Agustus dua ribu sepuluh
Ku habiskan senja bersama pelangi






Metromini 47,
061210

Sulam Benang Emas

Penghujung tahun ini tak akan sepi
Bukan kemasan terbalut indah dengan pita merah
Atau pekik sengau terompet menyambar
Yakin. Sulaman benang emas akan rampung
Keringat dan air mata tak percuma
Seinci gurat senyum terpahat
Hadiah penghujung tahun dari tanganmu
Persembahan untuk bunda mengandung
Ayah yang mangabdi,
Dan adik yang mencinta
Madu, yang manis selalu
Menginjak babak baru, mulai sulaman baru
Pahat gurat senyum yang baru

Kalimalang,
051210

Laskar Negeriku, Maju!

Berlaga di panggung rumput hijau
Merah putih berkibar diiringi laskar-laskar haus angka
Menggulingkan si kulit bundar, lalu diterjang
Tak banyak harap
Hanya ingin lihat perisai lawan memungut bola lesu
Seruan terompet berkoar-koar
Pemain ke dua belas turut andil dan menang
Berlarilah, kepalkan tangan
Tunjuk langit gelap itu,
lalu tantang bahwa kami bisa

Bekasi,
041210

Sabtu, 04 Desember 2010

Pelangi Malam Hari

Pelangi di Malam Hari

Malam itu jarak pandang telah kabur
Bukan kabut pekat yang sedang berulah
Matahari sudah benar-benar padam
Titik-titik air langit basahi pipi
Tak ada yang peduli
Pelangi kesepian, menelusuri malam tanpa benderang
Bulan lari berselimut awan

Di bawah jalan layang, pelangi mencari pelita
Lampu-lampu sorot tak kuasa penuhi pinta
Hanya sekedar ingin warnai dingin malam
Hanya dengungan bisik menggelitik telinga
Malam masih panjang, sudut bias mulai pudar

Gemericik air kali keruh, sumbatkan pikiran
Ikan-ikan pun enggan berenang
Teater sudah tak sanggup terjaga
Hanya suara rangkain kereta pecahkan sayup sepi
Malam benar-benar masih panjang

Matahari dari sudut lain bisikkan pelangi
: jarakku masih ribuan inci lagi
Kaki mulai lemah tak sanggup berjalan lagi
Tulang-tulang ngilu, dimana bisa berpangku?
Sebuah harapan membelenggu
Adakah surya esok pagi?
Malam masih panjang
Dan ternyata benar adanya
: tak ada pelangi yang sanggup berpendar malam hari

Jumat, 03 Desember 2010

Mata Angin yang Patah

Tunjukan aku sebuah realita
Tak sampai paham apakah ini imaji dalam skenario
Pecah.
Dan terjebak dalam penyingkapan tutur warna-warna
Gelap, kelabu, atau warna-warna yang berpendar

Mata angin mulai ragu
Dia bilang, dunia tak seperti dulu
Mungkin guncangan tektonik merubahnya
Dan keraguan dalam penyingkapan masih ada

Tak paham maksud sutradara kehidupan
Tak mengerti akan pahatan aksara yang singgah tadi malam
Jelaskan padaku,
sebab mata angin terjebak dalam keraguan

Labirin jalan pikiran kian sesak
Setiap kali celah terbuka
Saat itulah pikiranku dipermainkan
Jalan-jalan pembuka menjelma jadi fatamorgana: ilusi
Mata angin tak kian iba: sudah buta
Atau patah arang
Kebuntuan adalah jalan mutlak
Sabana dan stepa tak pecahkan gundukan ketidakpahaman: malah jadi aral
Semak belukar dan padang rumput tak kuasa bujuk arah angin

Rabu, 01 Desember 2010

Mata-mata yang layu

Katanya, di ufuk mata ada kelenjar air
Saintis bilang agar mata tak akan tandus
Seketika mata jadi kering
Bisa jadi kelopak jarang terkatup tuk basahi
Begitu yang mereka katakan
Kelopak mulai layu
Warnanya mulai gelap
Tapi tenang duhai lebah-lebah,
esok akan berkembang
Manisnya madu tak kan sampai hilang
Haraplah hujan menari-nari yang ke sekian
Walau ganas, sambutlah
Akan ada pelangi di ujung taman bougenville.
Merah muda.