Selasa, 16 November 2010

Gelombang Asa

Lautan buku menggenang rapi di sudut hening tepian
Gelombang ejaan huruf menggila
Ganas?
Tidak.
Siapa bilang?
Terbayang genangan itu akan masa datang
Otak-otak manusia kan kendalikan gelombang itu
Lalu, buat gelombang yang baru.
Tenggelam di sana pun siapa tak suka.
Bahkan hanyut pun rela.

Periode Seratus

Tepat periode ke seratus
Potret pelangi di ujung senja
Lukis lembut lintas warna
Izinkan aku jadi pemiliknya
Sekarang dan selamanya
Pedulikah diterpa bulir deras?
Biarkan jatuh
Untuk sebuah estetika kehidupan
Peneduh hati
Lebah kan tetap di sana
Sembunyi di balik kelopak bunga
Menatap langit: pelangi
Menapak bunga: madu
Dingin mengigit tulang, ngilu
Kuyup balutan kain di tubuh
Tepat periode ke seratus
Pelangi jadi lukisan
Sebuah persembahan sang alam
Kan dinanti abad berganti kelak
(141110)

Kamis, 11 November 2010

Senja (111110)


Mentari jingga
Sapanya senja itu
Warna yang tak sempat tampak
Setidaknya sepekan terakhir
Hujan turun
Dalam sudut gelap atau kelabu
Pelangi melumat bibir senja
Pelangi bilang:
mentari esok masih cerah
Diam, merenung
Akan kah tetap istimewa?
Walau berkurang satu
Senja yang dilumat pelangi

Sebelum pelangi.
Disambanginya hujan.
Tak melulu rintik, kadang deras menerpa.
Perlukah payung?
Hah, sepertinya tidak.

Buat apa?
Hanya kan menutupi betapa menawannya pelangi.
Tak peduli walau dingin merasuk.
Menyiksa.
Tak seberapa dengan indahnya bias matahari membentur hujan: pelangi.
Buang payung itu.
Tak butuh payung, atau dipayungi.
Ingin lihat warna itu!
Tanpa payung: menyakiti mata (hati).
Bicara tentang terdahulu.
Dan masa datang.
Ditunggunya sang waktu.