Minggu, 17 Oktober 2010

Tak Menawan Laku Lalu

Gemuruh awan beriringan, awan kelabu
Sebentar lagi hujan kan turun kawan
Rintiknya yang menawan kan hiasi jendela
Gemuruh yang bertalu bersautan
Layaknya sebuah rangkaian melodi

Gusar hati ini saat kilat yang mulai mencuat
Angin berhembus bak badai
Kian deras rintik itu
Hah, sepertinya bukan rintik menawan lagi
Harap pelangi kan dijunjung sirna sudah
seperti malapetaka

Ku kira semua akan selalu indah
Menggantung harap pelangi tiap hujan turun
Namun tak selalu berujung begitu
Berbalik: hujan tak selalu menawan
Rasa kehilangan kini dirasa

Pelangi,apa pintaku membebanimu?
Menanti hujan demi harapku hadir
Aku merasa begitu
Walau angin tak sampaikan maksud
Ku lihat warna pasimu
Cerahmu hilang
Jika benar aku buatmu pasi maka lepaskan aku
Tak kan ku harap cerahmu singgah di mata
Walau sulit nanti
Aku kan mundur tuk warnamu kembali

Salahkah Aku Cemburu

Aku cemburu,
tanganmu yang menggenggam tanganku erat
juga ada kau genggam tangan yang lain

Aku cemburu,
senyummu yang warnai hari dan hatiku
juga ada kau warnai hati yang lain

Aku cemburu,
waktu yang kau berkan kepadaku,
juga pernah ada kau berikan pada yang lain

Aku cemburu,
kepalaku yang kau usap jika kau rindu
juga pernah ada kau usap kepala yang lain

Aku cemburu,
singkat malam yang pernah kau dan aku habiskan bersama,
juga pernah ada kau habiskan dengan yang lain

Aku cemburu,
salahkah aku cemburu?

Semakin ku yakin,
semakin ku ragu

Jumat, 01 Oktober 2010

Secarik Suratmu

(0111010)

Secarik kertas terselip dalam kantung hitam.
Kau sembunyikan dalam sebuah kotak coklat bertingkat.
Kotak penyimpan rahasia pribadi sederhanamu.
Perintahmu: ambil dan simpan
Tak sendiri surat itu tersembunyi.
Bersama benda hijau surat itu kau sandingkan.
Uraian bait kau rangkai begitu sempurna.
Seringai senyum dan harapan menyapa.

Tak sangka.
Menyeruak dari benak.
Di saat hari bahagia yang belum tiba
Kotak itu melesat cepat di tangan ku
Tak paham kiranya maksudmu lebih awal
Aku hanya senyum menyelami sajak-sajakmu
Bayangan masa depan mengepul otakku
Kata-katamu mengikat masa itu

Ku terima dengan bijaksana
Tak langsung ku buka bukan karena tak bahagia
Ku tunggu sang waktu tiba
Ketika aku mengenang masa 19 tahun yang lalu
Saat ibuku tersenyum kaku menyambutku yang lugu
Asal kau tahu: aku bahagia akan surat itu

Tulusmu itu yang ku tangkap
Dalam lemahmu kau perhatikan aku
Haru ku beriringan bersama suratmu
Doa, itu pintamu dariku
Suara layu buatku pilu, ingin ku sudahi perihmu
Atau ingin ku tukar posisimu dengan ku

Terima kasih,
Atas rasa sayangmu

Terima kasih,
Segala perhatianmu padaku

Terima kasih,
Atas ketulusanmu

Terima kasih,
Atas pengorbananmu

Terima kasih,
Atas kehadiranmu dalam hidupku

Doaku mengiringimu
Sehatmu, itu harapku
Semoga TUHAN dengarkan doaku
Kepulihanmu ku tunggu sayangku..